Tuesday, February 20, 2007

mari berpetualang...

Makan, makanan bukan sekedar aktivitas yang rata-rata kita lakukan tiga kali sehari. Lebih jauh dari sekedar membuat kenyang. Lebih dalam daripada sekedar supaya gigi tidak bertambah panjang kayak kelinci. Makan, makanan adalah bagian dari tradisi. Itu kenapa makanan adalah kekayaan budaya. Mulai dari bahan-bahan yang digunakan, cara memasaknya, cara menyajikannya, dan cara manusianya memakannya. Dari yang elegan sampai yang (dipandang sebagian orang) njijiki. Lha gimana nggak disebut njijiki kalo makan setampah rame-rame, pake tangan, sambil duduk di lantai dengan kaki diangkat. Tentu jadi super njijiki kalo dibandingkan dg yang table manner. Yang pake garpu dan pisau, yg sendok, garpu, dan pisaunya ditat berjejer dan kadang bikin bingung. Tapi... yah... itulah kebiasaan yang berujung pada tradisi. Pastinya ada latar belakangnya sendiri lah ya...

Tapi, makanan -pada prinsipnya- adalah melulu soal rasa. Eits... tunggu dulu, bukan sekedar rasa yg dicecap indera pengecap alias lidah lho.. tapi seluruh rasa yg dirasa kelima indera kita, mungkin juga indera ke-6 si... hehehe.. Ya, semua rasa. Rasa di lidah, asin atau manis, pedas atau asam. Rasa di mata, tampilannya gimana? Cantik dan mengundang selerakah? Rasa di telinga, ucap nama makanan itu, sop buntut goreng lebih terdengar yummy kan daripada ekor sapi goreng berkuah bukan? ;) Rasa di hidung, yang ini jelas... aroma menggoda membuat perut kita berteriak kan? Rasa di indera peraba? Aduuuh... apa ya... Hmmm... let's say sashimi... ikan yg segar dan diraba kenyal tentu kita tau bakalan enak karena fresh drpd yg diraba keras atau berlendir bukan? Dan indera ke-6-nya adalah hati... Hati yg menghakimi (Ih... makanan ini aneh!), hati yg takut (Kayaknya bakal bikin mual deh...), hati yg ragu-ragu (Nyoba ga ya... kok kayaknya...) sudah bisa dipastikan akan menutup seluruh indera kita untuk merasakan rasa makanan.

Jadi, tunggu apa lagi... Beranilah mencecap! Mari berpetualang rasa bersama saya...